Rabu, 06 Juli 2016

Budaya Lebaran Yang Miskin Filosofi

Memperhatikan suasana Lebaran didesaku tercinta....sungguh sangat miskin akan butir-butir dari serakan peninggalan kebudayaan desa yang penuh dengan harmoni kemanusiaan yang indah.Aku lihat bagaimana orang-orang yang pulang kampung dengan membawa budaya urban yang menghentak kami orang desa.Mulai dari bahasa Indonesia yang beraksen betawi medok,sampai jenis makanan yang diolahnya untuk keluarganya.

Bahasa adalah cermin bagaimana orang desa yang mulai mengadopsi budaya lain.Bagaimana melafalkan kosa kata asli bahasa Indonesia dicampur dengan bahasa daerah yang sulit ditemukan padan katanya.Disitu terjadi akulturasi bahasa yang sebenarnya makin memperkaya khasanah bahasa itu sendiri.Bagaimana Bahasa Indonesia yang sebenarnya miskin kosa kata menjadi terlengkapi dengan adanya percampuran dialog spontan yang jujur.

Kita bisa ambil contoh bagaimana bahasa Indonesia diperkaya dengan kosa kata bahasa jawa semisal kata "sungkeman,salim," dan lain lain.Sayangnya sekarang di desa menjadi makin sulit ditemui anak kecil yang memakai bahasa adiluhung,bahasa kromo inggil.Bahasa yang mempertimbangkan sisi etika dalam bergaul.Sekarang semua menjadi sama dan mengakibatkan terkikisnya rasa hormat dikalangan generasi sekarang.

Lalu melihat dari sisi makanan lebaran yang diolah oleh para perantau.Mulai dari opor sebagai lauk ketupat sampai kue kering dalam toples plastik.Semuanya adalah penyesuaian budaya kuliner dari kaum urban dan masyarakat asli.Celakanya makanan asli desa dimana aku tinggal menjadi dikesampingkan.Rasanya menjadi angles,ironi bagaimana tercampakannya budaya kuliner asli orang desa.Tak ada lagi yang namanya cipring,legendar,wajik,sambel goreng,dan lain-lain.

Aku sangat merindukan bagaimana sungkeman dengan memakai bahasa kromo inggil yang halus dan dihidangi dengan cipring,ampyang,wajik klitik.Aku makin mblenger dengan kue kering nastar,kastengel,dan muak dengan opor ayam yang mblegidik penuh santan.

Lalu mengenai budaya silaturahmi yang melakukannya dengan sistem berkunjung,kini diganti dengan memakai sistem kirim SMS.Sama sekali tidak indah buatku.Berkunjung dan bersalaman menjadi barang kuno yang mahal harganya dan tidak ada yang mau beli.

Apakah aku harus mengucakan selamat tinggal pada lebaran yang penuh budaya harmoni itu dan beradaptasi dengan budaya silaturrahmi model digital yang cukup dengan menulis status di media sosial sembari pamer kesalehan pribadi dengan selfie memakai mukena dan kain sarung ?

Semoga saja budaya kontemporer itu musnah karena tidak punya nilai filosofi sama sekali.Tidak punya roh yang mampu menghidupkan lebih lama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jenius itu tidak selalu.......

Saya lirik tentang postingan populer blog ini adalah tentang JENIUS.Pembacanya ternyata banyak dari benua Amerika.....wow. Memang menari...